Rabu, 16 Desember 2015

Maafkan Aku, Aku.

Maafkan aku ya, yang terkadang tidak bisa mengontrol emosi-emosi yang sedang menguasaimu.

Maafkan aku, yang tidak bisa selalu memberikan hak-hakmu ketika sangat membutuhkannya.

Maafkan aku yang selalu lebih memikirkan keegoisanku daripada dirimu.

Maafkan aku yang lalai menjadikanmu pribadi yang kuat dan terhormat.

Maafkan aku yang kurang mengisi otakmu dengan ilmu-ilmu yang seharusnya aku raih.

Maafkan aku sering membuang kesempatan baik yg seharusnya bisa ku gunakan untuk mencapai target-targetmu.

Maafkan aku yang masih sering lalai akan waktu yang telah disediakan 24 jam setiap harinya.

Selama ini kau jarang merasakan apa yang dirasakan orang-orang diluar sana, aku tahu kau iri. Aku tahu. Tapi, hey.. Kita ini tim, kita masih bisa membuat dunia kita sendiri. Jangan cemas kau berbeda dengan mereka, jangan cemas kau tidak.. Yeaaah, tidak se-”normal” mereka di dunia fana ini. Kau berbeda, kau punya duniamu sendiri. Kau adalah aku, kita berjuang di dunia ini berdua sampai ke surga nanti.

Dan hari ini, kau mulai berkurang usiamu. Aku berjanji akan membuatmu menjadi pribadi seorang muslimah yang kuat, bijak serta terhormat. Maafkan aku sering melalaikanmu, padahal di umur yang seperti ini seharusnya kau sudah bisa menjadi panji-panji agama Islam, memerdekakan Indonesia yg sesungguhnya, membahagiakan orang tua, bermanfaat untuksemua manusia.. Tapi aku lalai, aku terlalu memanjakanmu, maafkan.

Jadilah kuat, jadilah bijak, hadapi tantangan ini. Berjalan beriringan menuju surga-Nya Allah.

Maafkan Aku, Aku.




Jatinangor, 16 Desember 2015
Ruhma Hafia

Hujan dan Rindu

Dalam rintiknya ia menyimpan berjuta kenangan
Aku merasakan hujan bukan sebatas ia datang setelah kemarau panjang
Jika kamu memaknai hujan hanya sebatas hujan
Maka aku tidak.
Aku bisa memaknainya lebih daripada itu
Andai saja kenangan itu tak ku lewati di bawah rintik hujan
Mungkin hujan tak se-spesial ini


Hujan, turunlah
Begitu aku pinta kepada-Nya
Bukan... bukan karena kemarau panjang
Aku meminta hujan karena rindu ini telah lama kupendam dan membuncah
Sedangkan belum seorangpun yang bisa mengobati kerinduanku. Hahahaha
Karena nyatanya, kita hanyalah sepasang tatap tanpa temu
Kita sepasang insan yang saling rindu, namun mulut ini kelu kaku


Biarlah, bulir-bulir doa yang naik ke arsy menjadi usaha dari harapanku
Karena kata orang...
Puncak kerinduan seseorang adalah ketika tidak saling sapa di dunia maya maupun di dunia nyata, namun saling mendoakan di setiap sujud panjang. hmmm akan ku lakukan :)



edisi ga rindu tapi maksa buat melanjutkan draft yang ada hmmmm.


Wassalam,
Jatinangor, 16 Desember 2015
Ruhma Hafia