“Halo Kanaya, tunggu ya sebentar. Ban motor saya tiba-tiba saja bocor”
“Iya, ka Alfan. Aku juga masih mengerjakan sesuatu. Jadi tidak apa-apa menunggu"
“Maaf ya membuat kamu menunggu. Padahal kamu tidak suka"
“Nggak apa-apa. Ayo selesaikan, aku tunggu ya ka"
Ya. Aku memang sangat tidak suka dengan kegiatan menunggu. Menurutku, banyak hal yang bisa aku kerjakan selain menunggu. Menunggu sama saja membuang waktu bukan? Tapi kali ini berbeda. Aku yang tidak suka menunggu, tiba-tiba saja menjadi tidak masalah menunggu ka Alfan.
Ah ya. Aku sedang berada di perpustakaan kampusku. Niatku di sini sebenarnya hanya ingin mencari referensi untuk membuat essayku. Tapi tiba-tiba ka Alfan menelpon dan memintaku untuk menemaninya membelikan hadiah untuk keponakannya yang akan merayakan ulang tahunnya. Aku yang diiming-imingi dengan bantuan membuatkan paper langsung menyetujuinya. Lagipula ka Alfan juga sudah berkata bahwa ia memiliki buku yang sedang ku cari.
Sebenarnya aku bukan sekali atau dua kali saja dibantu ka Alfan membuat paper. Bahkan bukan hanya essay, tapi tugas lainnya pun ia sangat sering membantuku. Entah memberikan saran kekurangan tulisanku atau ia sering juga memberikan judul atau ide menarik untuk tugas-tugasku. Walaupun kita berbeda jurusan.
Aku jadi teringat bagaimana pertama kali aku berkenalan dengan ka Alfan di sebuah kepanitiaan. Dia mengaku kalau kita masih satu angkatan jadi tidak perlu memanggilnya dengan kakak. Setelah terbiasa dengan hanya memanggilnya nama, aku tidak sengaja melihat Nomor Pokok Mahasiswa yang terdapat di kartu tanda pengenal panitia bahwa dia ternyata 2 tahun di atasku. Dari situ aku sangat malu dan merasa tidak sopan dengan ka Alfan. Ka Alfan bilang kalau muka dia masih cocok dikatakan seangkatan denganku yang kala itu memang junior paling muda. Ah ka Alfan memang sok muda. Oh ya, wajar saja aku baru mengetahuinya, karena kita meman berbeda jurusan. Bahkan berbeda fakultas.
"Hai Kanaya. Sedang mikirin apa sih? Sampe saya datang aja kamu ga tau"
"Eh ka Alfan. Akhirnya datang juga"
"Kamu belum jawab pertanyaan saya, Kanaya"
"Ah engga, aku cuma sedanh memikirkan ide untuk paper ku saja"
"Masa sih? Kayanya pikiran kamu bukan itu deh"
"Ah ka Alfan mau tau banget sih"
"Atau jangan-jangan mikirin saya?" balas ka Alfan sambil cekikikan
"Ih engga. Ngapain banget mikirin kakak"
"Ih sensi ya kalau abis nunggu. Maaf deh"
"Ih minta maaf doang nih? Es krim green tea donggg"
"Udah cuma itu aja buat minta maaf sama kamu?"
"Engga. Kerjain juga paper aku"
"Ga mau wleee"
"Ih ka Alfan udah janji mau bantu aku"
"Hahaha iya Kanaya, saya akan bantu kamu. Udah yuk berangkat, keburu sore"
"Yeyyy terima kasih ka Alfan. Yuk yukk"
------------------------
“Duh, ka Alfan jalannya cepat banget sih ka.”
“Ya, harus dibiasakan begini"
“Kenapa harus gitu?”
"Katanya mau ke Jepang. Orang-orang di sana jalannya sangat cepat loh"
“Tapi, sekarang kan kita lagi gak di Jepang. Ka alfan ngebut banget jalannya, aku cape ngikutin ka Alfan"
“Oke, pelan-pelan deh… Hei Kanaya! Sekarang kamu malah mempercepat jalan kamu!”
“Memang harus dibiasakan begini.”
“Kenapa gitu?”
“Karena yang sampai ke toko itu lebih dulu berarti dia pemenangnya!!! Yang kalah teraktir eskrim green tea!”
“Kamu curang Kanaya!!!”
“Ini bukan curang ka Alfan. Ini namanya strategi"
Sudah lama memang aku tidak jalan dengan ka Alfan. Karena dia sudah jarang ke kampus dan sedang menyelesaikan skripsinya. Paling ka Alfan ke kampus hanya untuk menjemputku saja, itupun kalau aku lagi mau dijemput. Terkadang juga ka Alfan suka buat kejutan tiba-tiba menelpon sudah ada di perpustakaan, kantin, parkiran atau bahkan di depan kelas.
Ka Alfan memang masih suka ke kampus, dia sering jenuh berada di kosan dan butuh suasana baru untuk mencari inspirasi, biasanya di taman kampus atau laboraturium atau perpustakaan. Ah iya, ka Alfan juga seorang penulis. Jadi, kalau dia di taman biasanya mencari inspirasi untuk tulisannya. Jika dia di perpustakaan atau laboraturium berarti dia sedang menggarap skripsinya.
Kadang aku suka datang untuk mengganggunya kalau dia sedang di taman. Eitsss ini sebenarnya bukan karena aku jahil. Tapi ka Alfan sendiri bilang kalau dia suka digangguku. Aneh. Sering kali juga ketika aku di kampus ka Alfan tiba-tiba menelponku meminta untuk aku datang ke taman. Dia bilang mau memamerkan kalau dia sudah menyelesaikan tulisannya. Sering kali aku yang disuruh ka Alfan untuk membacanya, penikmat pertama tulisan ka Alfan harus aku katanya. Aku tau, ka Alfan bicara seperti itu cuma karena ingin membuatku senang saja. Tapi aku memang senang jika dinobatkan menjadi pembaca pertama karya ka Alfan ini hehehe.
------------------------
"Halo ka Alfan"
"Hai Kanaya"
"Iyaa ini Kanaya"
"Tanpa kamu menyebutkan namamu aku sudah tahu itu kamu, ada apa?"
"Ah iya ka Alfan benar, aku mengganggu?"
"Tidak akan merasa terganggu kalau kamu yang nelpon Kanaya"
"Oh my god, ka Alfan, kenapa anda selalu berkata seperti itu. Ah sudahlah. Aku mau berkata....ituu.... bisa kah kamuuu.... ah begini.., maksud aku..."
"Kamu kenapa Kanaya?"
"Oke ehm ehm.. begini ka Alfan, komunitas Pena yang aku ikuti ingin mengundangmu datang untuk menjadi pembicara. Tapi dana sebagai pembicara di komunitasku tidak seberapa jika dibandingkan dengan...."
"Aku akan menghadiri, kapan waktunya?"
"Sungguh? Seminggu lagi ka. Sejujurnya aku tidak enak meminta ka Alfan untuk jadi pembicara. Tapi aku dipaksa oleh teman-temanku karena mereka tahu aku dekat dengan ka Alfan. Takut aja disangka memanfaatkan"
"Selalu ada waktu untuk kamu Kanaya. Tidak perlu merasa seperti itu Kanaya. Aku dengan senang hati melakukannya untukmu"
"Terima kasih"
"Terima kasih saja?"
"Es krim green tea bagaimana?"
"Terlalu mudah jika aku menerima itu. Sering-sering telepon aku aja bagaimana? Moment langka loh kamu menelepon saya"
"Ah ka Alfan, sudah malam. Aku takut mengganggu. Selamat malam"
Ada senyuman laki-laki mengembang di ujung sana. Membayangkan seorang Kanaya kini tersipu malu.
------------------------
Aku memang selalu suka ngobrol dengan ka alfan. Dia teman bicara yang baik. Selalu merespon dengan baik apapun yang aku bicarakan. Entah pelajaranku, tentang buku, film, teater, organisasi, politik kampus, hutang negara, bahkan tentang pikiran anehku selalu direspon baik oleh ka Alfan.
"Halo ka Alfan, sudah siap-siap kah?" Dateng 30 menit sebelum acara ya ka. Nanti aku jemput yah. Aku LO kakak"
"Oh ya kamu LO saya? Dengan senang hati saya akan menjemput LO saya. Bukan LO yg menjemput saya. Boleh?"
"Ah ka Alfan, jangan begitu. Aku ga enak"
"Tidak tidak. Ini bukan antara pembicara dengan seorang LO nya. Tapi ini tentang laki-laki dan wanitanya"
"Oke, baiklah"
"Hanya itu jawabannya?"
"Aku bingung harus jawab apa"
"Kamu menggemaskan Kanaya, oke 1 jam lagi saya akan sampai di depan rumahmu. Cepat mandi dan berpakaian. Kamu harus cantik dan wangi bertemu dengan seorang pembicara special"
"Uhhh ka Alfan!!!"
"Oh iya, setelah acara aku harap kamu mau ikut denganku. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat"
"Oke aku akan menurut kali ini. Sebagai balas budiku karena ka Alfan mau menjadi pembicara"
"Baik. Sampai jumpa, Kanaya"
Entahlah terkadang ka Alfan memang bertindak sesuka hati. Dia suka memaksa kehendaknya. Tapi untungnya tindakannya selalu aku suka. Hehehe.
Tapi sering kali juga aku memaksakan kehendaku. Semisal saat kita makan di suatu restaurant dan saat itu aku yang menang taruhan boleh memilihkan makanan untuk ka Alfan sepuasnya. Karena aku suka banget sama ice cappucino, aku pilihkan itu. Padahal ka Alfan lebih suka ice chocolate. Tapi aku berusaha untuk mendoktrinnya. Sedikit pemaksaan.
Sore, hujan turun sedikit. Hanya sekedar membasahi atap, jalan dan tanaman. Setelah acara tersebut selesai aku menunaikan kata-kataku yang di telepon tadi. Aku harus ikut ka Alfan ke suatu tempat. Entah kemana, aku sudah pasrah sebenarnya. Tapi sempat penasaran tapi percuma. Ka Alfan susah ditebak.
"Kamu pasti bertanya-tanya kan dalam hati kita mau kemana"
"Sebenarnya giitu sih ka"
"Kenapa ga ditanya?"
"Karena tak akan dijawab"
Ka alfan hanya cekikikan mendengar jawabanku. Lalu ia merogoh saku jas yang tadi dia pakai di acara tadi.
"Taraaa... Saya punya tiket pertunjukan Teater Bandung yang sedang tour ke kota-kota. Kamu kemarin kehabisan kan?
"Ka Alfan!! Aku harus membalasnya dengan apa untuk kejutan kali ini?"
"Cukup temani aku saja dan jawab pertanyaanku ketika aku sudah tak mengerti akan alurnya. Ini pertama kalimya aku menonton teater"
"Dengan senang hati"
Ka Alfan memang sering memberikan kejutan untukku. Bahkan sering sekali. Dari mulai hal kecil, hingga hal besar seperti saat ini. Sepanjang pertunjukan aku sangat kagum dengan grup teater ini, tapi diam-diam aku juga kagum dengan ka Alfan. Karena dia selalu memberiku hal tak terduga dan selalu membuatku bahagia.
Banyak kesempatan yang aku habiskan bersama kak Alfan. Aku selalu menikmatinya. Semua hal yang menyenangkan ketika bersama orang yang menyenangkan bukan? Ditambah lagi, orang tersebut selalu menyemangati ketika sudah tidak ada motivasi, mengingatkan kalau ada kesalahan dan selalu mengajarkan untuk selalu menjadi lebih baik.
Ketika lelaki merasa jemu, dia membutuhkan seseorang yang mendorongnya agar ia maju ke depan. Ketika perempuan merasa jemu, dia membutuhkan seseorang yang menopangnya dari belakang agar tidak terjatuh.
Aku melihat kata-kata itu di salah satu poster yang ditempel pihak penyelenggara. Benar juga kataku. Sepulang dari pertunjukan teater, ka Alfan mengatakan sesuatu. Kata-kata yang tidak akan aku lupa dan begitu menyenangkan.
"Kanaya... teater tadi mengajariku satu hal"
"Apa?"
"Saya tidak akan membiarkanmu jatuh seperti halnya raja tadi membiarkan ratunya terjatuh. Saya juga tidak akan semudah itu menjauhi kamu bagaimanapun kondisimu. I would never run away from you. I would never ever let you down. Begitu kan kata-kata Ratu tadi?"
"Iya....."
"Kanaya, mungkin saya tidak pernah mengatakannya. Saya bisa saja mengatakan ini. Namun, saya lebih suka dengan membuatmu merasa dicintai tanpa harus berkata saya cinta kamu." Aku hanya bisa terdiam dan membalasnya dengan senyuman.
Ruhma Hafia,
Jatinangor