Senin, 07 November 2016

Kata-Kata Menyenangkan dari Orang Menyenangkan


 “Halo Kanaya, tunggu ya sebentar. Ban motor saya tiba-tiba saja bocor”
“Iya, ka Alfan. Aku juga masih mengerjakan sesuatu. Jadi tidak apa-apa menunggu"
“Maaf ya membuat kamu menunggu. Padahal kamu tidak suka"
“Nggak apa-apa. Ayo selesaikan, aku tunggu ya ka"

Ya. Aku  memang sangat tidak suka dengan kegiatan menunggu. Menurutku, banyak hal yang bisa aku kerjakan selain menunggu. Menunggu sama saja membuang waktu bukan? Tapi kali ini berbeda. Aku yang tidak suka menunggu, tiba-tiba saja menjadi tidak masalah menunggu ka Alfan.

Ah ya. Aku sedang berada di perpustakaan kampusku. Niatku di sini sebenarnya hanya ingin mencari referensi untuk membuat essayku. Tapi tiba-tiba ka Alfan menelpon dan memintaku untuk menemaninya membelikan hadiah untuk keponakannya yang akan merayakan ulang tahunnya. Aku yang diiming-imingi dengan bantuan membuatkan paper langsung menyetujuinya. Lagipula ka Alfan juga sudah berkata bahwa ia memiliki buku yang sedang ku cari.

Sebenarnya aku bukan sekali atau dua kali saja dibantu ka Alfan membuat paper. Bahkan bukan hanya essay, tapi tugas lainnya pun ia sangat sering membantuku. Entah memberikan saran kekurangan tulisanku atau ia sering juga memberikan judul atau ide menarik untuk tugas-tugasku. Walaupun kita berbeda jurusan.

Aku jadi teringat bagaimana pertama kali aku berkenalan dengan ka Alfan di sebuah kepanitiaan. Dia mengaku kalau kita masih satu angkatan jadi tidak perlu memanggilnya dengan kakak. Setelah terbiasa dengan hanya memanggilnya nama, aku tidak sengaja melihat Nomor Pokok Mahasiswa yang terdapat di kartu tanda pengenal panitia bahwa dia ternyata 2 tahun di atasku. Dari situ aku sangat malu dan merasa tidak sopan dengan ka Alfan. Ka Alfan bilang kalau muka dia masih cocok dikatakan seangkatan denganku yang kala itu memang junior paling muda. Ah ka Alfan memang sok muda. Oh ya, wajar saja aku baru mengetahuinya, karena kita meman berbeda jurusan. Bahkan berbeda fakultas.

"Hai Kanaya. Sedang mikirin apa sih? Sampe saya datang aja kamu ga tau"
"Eh ka Alfan. Akhirnya datang juga"
"Kamu belum jawab pertanyaan saya, Kanaya"
"Ah engga, aku cuma sedanh memikirkan ide untuk paper ku saja"
"Masa sih? Kayanya pikiran kamu bukan itu deh"
"Ah ka Alfan mau tau banget sih"
"Atau jangan-jangan mikirin saya?" balas ka Alfan sambil cekikikan
"Ih engga. Ngapain banget mikirin kakak"
"Ih sensi ya kalau abis nunggu. Maaf deh"
"Ih minta maaf doang nih? Es krim green tea donggg"
"Udah cuma itu aja buat minta maaf sama kamu?"
"Engga. Kerjain juga paper aku"
"Ga mau wleee"
"Ih ka Alfan udah janji mau bantu aku"
"Hahaha iya Kanaya, saya akan bantu kamu. Udah yuk berangkat, keburu sore"
"Yeyyy terima kasih ka Alfan. Yuk yukk"

------------------------

“Duh, ka Alfan jalannya cepat banget sih ka.”
“Ya, harus dibiasakan begini"
“Kenapa harus gitu?”
"Katanya mau ke Jepang. Orang-orang di sana jalannya sangat cepat loh"
“Tapi, sekarang kan kita lagi gak di Jepang. Ka alfan ngebut banget jalannya, aku cape ngikutin ka Alfan"
“Oke, pelan-pelan deh… Hei Kanaya! Sekarang kamu malah mempercepat jalan kamu!”
“Memang harus dibiasakan begini.”
“Kenapa gitu?”
“Karena yang sampai ke toko itu lebih dulu berarti dia pemenangnya!!! Yang kalah teraktir eskrim green tea!”
“Kamu curang Kanaya!!!”
“Ini bukan curang ka Alfan. Ini namanya strategi"

Sudah lama memang aku tidak jalan dengan ka Alfan. Karena dia sudah jarang ke kampus dan sedang menyelesaikan skripsinya. Paling ka Alfan ke kampus hanya untuk menjemputku saja, itupun kalau aku lagi mau dijemput. Terkadang juga ka Alfan suka buat kejutan tiba-tiba menelpon sudah ada di perpustakaan, kantin, parkiran atau bahkan di depan kelas.

Ka Alfan memang masih suka ke kampus, dia sering jenuh berada di kosan dan butuh suasana baru untuk mencari inspirasi, biasanya di taman kampus atau laboraturium atau perpustakaan. Ah iya, ka Alfan juga seorang penulis. Jadi, kalau dia di taman biasanya mencari inspirasi untuk  tulisannya. Jika dia di perpustakaan atau laboraturium berarti dia sedang menggarap skripsinya. 

Kadang aku suka datang untuk mengganggunya kalau dia sedang di taman. Eitsss ini sebenarnya bukan karena aku jahil. Tapi ka Alfan sendiri bilang kalau dia suka digangguku. Aneh. Sering kali juga ketika aku di kampus ka Alfan tiba-tiba menelponku meminta untuk aku datang ke taman. Dia bilang mau memamerkan kalau dia sudah menyelesaikan tulisannya. Sering kali aku yang disuruh ka Alfan untuk membacanya, penikmat pertama tulisan ka Alfan harus aku katanya. Aku tau, ka Alfan bicara seperti itu cuma karena ingin membuatku senang saja. Tapi aku memang senang jika dinobatkan menjadi pembaca pertama karya ka Alfan ini hehehe.

------------------------

"Halo ka Alfan"
"Hai Kanaya"
"Iyaa ini Kanaya"
"Tanpa kamu menyebutkan namamu aku sudah tahu itu kamu, ada apa?"
"Ah iya ka Alfan benar, aku mengganggu?"
"Tidak akan merasa terganggu kalau kamu yang nelpon Kanaya"
"Oh my god, ka Alfan, kenapa anda selalu berkata seperti itu. Ah sudahlah. Aku mau berkata....ituu.... bisa kah kamuuu.... ah begini.., maksud aku..."
"Kamu kenapa Kanaya?"
"Oke ehm ehm.. begini ka Alfan, komunitas Pena yang aku ikuti ingin mengundangmu datang untuk menjadi pembicara. Tapi dana sebagai pembicara di komunitasku tidak seberapa jika dibandingkan dengan...."
"Aku akan menghadiri, kapan waktunya?"
"Sungguh? Seminggu lagi ka. Sejujurnya aku tidak enak meminta ka Alfan untuk jadi pembicara. Tapi aku dipaksa oleh teman-temanku karena mereka tahu aku dekat dengan ka Alfan. Takut aja disangka memanfaatkan"
"Selalu ada waktu untuk kamu Kanaya. Tidak perlu merasa seperti itu Kanaya. Aku dengan senang hati melakukannya untukmu"
"Terima kasih"
"Terima kasih saja?"
"Es krim green tea bagaimana?"
"Terlalu mudah jika aku menerima itu. Sering-sering telepon aku aja bagaimana? Moment langka loh kamu menelepon saya"
"Ah ka Alfan, sudah malam. Aku takut mengganggu. Selamat malam"

Ada senyuman laki-laki mengembang di ujung sana. Membayangkan seorang Kanaya kini tersipu malu.


------------------------

Aku memang selalu suka ngobrol dengan ka alfan. Dia teman bicara yang baik. Selalu merespon dengan baik apapun yang aku bicarakan. Entah pelajaranku, tentang buku, film, teater, organisasi, politik kampus, hutang negara, bahkan tentang pikiran anehku selalu direspon baik oleh ka Alfan.

"Halo ka Alfan, sudah siap-siap kah?" Dateng 30 menit sebelum acara ya ka. Nanti aku jemput yah. Aku LO kakak"
"Oh ya kamu LO saya? Dengan senang hati saya akan menjemput LO saya. Bukan LO yg menjemput saya. Boleh?"
"Ah ka Alfan, jangan begitu. Aku ga enak"
"Tidak tidak. Ini bukan antara pembicara dengan seorang LO nya. Tapi ini tentang laki-laki dan wanitanya"
"Oke, baiklah"
"Hanya itu jawabannya?"
"Aku bingung harus jawab apa"
"Kamu menggemaskan Kanaya, oke 1 jam lagi saya akan sampai di depan rumahmu. Cepat mandi dan berpakaian. Kamu harus cantik dan wangi bertemu dengan seorang pembicara special"
"Uhhh ka Alfan!!!"
 "Oh iya, setelah acara aku harap kamu mau ikut denganku. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat" 
"Oke aku akan menurut kali ini. Sebagai balas budiku karena ka Alfan mau menjadi pembicara"
"Baik. Sampai jumpa, Kanaya"

Entahlah terkadang ka Alfan memang bertindak sesuka hati. Dia suka memaksa kehendaknya. Tapi untungnya tindakannya selalu aku suka. Hehehe.

Tapi sering kali juga aku memaksakan kehendaku. Semisal saat kita makan di suatu restaurant dan saat itu aku yang menang taruhan boleh memilihkan makanan untuk ka Alfan sepuasnya. Karena aku suka banget sama ice cappucino, aku pilihkan itu. Padahal ka Alfan lebih suka ice chocolate. Tapi aku berusaha untuk mendoktrinnya. Sedikit pemaksaan. 

Sore, hujan turun sedikit. Hanya sekedar membasahi atap, jalan dan tanaman. Setelah acara tersebut selesai aku menunaikan kata-kataku yang di telepon tadi. Aku harus ikut ka Alfan ke suatu tempat. Entah kemana, aku sudah pasrah sebenarnya. Tapi sempat penasaran tapi percuma. Ka Alfan susah ditebak. 

"Kamu pasti bertanya-tanya kan dalam hati kita mau kemana"
"Sebenarnya giitu sih ka"
"Kenapa ga ditanya?"
"Karena tak akan dijawab"
Ka alfan hanya cekikikan mendengar jawabanku. Lalu ia merogoh saku jas yang tadi dia pakai di acara tadi. 
"Taraaa... Saya punya tiket pertunjukan Teater Bandung yang sedang tour ke kota-kota. Kamu kemarin kehabisan kan?
"Ka Alfan!! Aku harus membalasnya dengan apa untuk kejutan kali ini?"
"Cukup temani aku saja dan jawab pertanyaanku ketika aku sudah tak mengerti akan alurnya. Ini pertama kalimya aku menonton teater"
"Dengan senang hati"


Ka Alfan memang sering memberikan kejutan untukku. Bahkan sering sekali. Dari mulai hal kecil, hingga hal besar seperti saat ini. Sepanjang pertunjukan aku sangat kagum dengan grup teater ini, tapi diam-diam aku juga kagum dengan ka Alfan. Karena dia selalu memberiku hal tak terduga dan selalu membuatku bahagia.

Banyak kesempatan yang aku habiskan bersama kak Alfan. Aku selalu menikmatinya. Semua hal yang menyenangkan ketika bersama orang yang menyenangkan bukan? Ditambah lagi, orang tersebut selalu menyemangati ketika sudah tidak ada motivasi, mengingatkan kalau ada kesalahan dan selalu mengajarkan untuk selalu menjadi lebih baik. 



Ketika lelaki merasa jemu, dia membutuhkan seseorang yang mendorongnya agar ia maju ke depan. Ketika perempuan merasa jemu, dia membutuhkan seseorang yang menopangnya dari belakang agar tidak terjatuh.



Aku melihat kata-kata itu di salah satu poster yang ditempel pihak penyelenggara. Benar juga kataku. Sepulang dari pertunjukan teater, ka Alfan mengatakan sesuatu. Kata-kata yang tidak akan aku lupa dan begitu menyenangkan.

"Kanaya... teater tadi mengajariku satu hal"
"Apa?"
"Saya tidak akan membiarkanmu jatuh seperti halnya raja tadi membiarkan ratunya terjatuh. Saya juga tidak akan semudah itu menjauhi kamu bagaimanapun kondisimu. I would never run away from you. I would never ever let you down. Begitu kan kata-kata Ratu tadi?"
"Iya....."
"Kanaya, mungkin saya tidak pernah mengatakannya. Saya bisa saja mengatakan ini. Namun, saya lebih suka dengan membuatmu merasa dicintai tanpa harus berkata saya cinta kamu." Aku hanya bisa terdiam dan membalasnya dengan senyuman.




 Ruhma Hafia,
Jatinangor




 

Sabtu, 30 Juli 2016

Terima Kasih, Pak Anies Baswedan.




Sampai H+4 saya masih tidak bisa percaya kalau beliau dipurnatugaskan menjadi seorang menteri. Mungkin Pak Jokowi memiliki pertimbangan lain.

Sedikit cerita pertemuan pertama kali saya dengan Bapak Anies Baswedan adalah ketika saya bergabung di Parlemen Muda. Beliau adalah pelindung dari Parlemen Muda. Di situ beliau menjadi narasumber yang membuat saya jatuh cinta langsung terhadapnya. Setelah acara itu selesai, saya mulai mencari tahu banyak tentang beliau ternyata beliau luar biasa keren. Dari mulai program Indonesia Mengajar, Indonesia Menyala, Kelas Inspirasi hingga Turun Tangan saya bertambah jatuh cinta karena beliau sangat lekat dengan dunia pendidikan.

Saat beliau diangkat menjadi menteri, saya senang luar biasa. Walaupun saat itu, banyak isu miring tentang agamanya yang hingga sekarang belum bisa dibuktikan kebenarannya. Tapi saya sangat berharap dan percaya, beliau bisa memberi warna baru untuk pendidikan di Indonesia.

Benar saja, dalam waktu 20 bulan beliau menjalankan amanahnya. Banyak sekali perubahan yang telah beliau lakukan, diantaranya yaitu meninjau dan merevisi kurikulum 2013, nilai UN bukan penentu kelulusan, terbongkarnya kasus mafia buku, membentuk direktorat baru (direktorat keayahbundaan), hingga digantinya istilah MOS demi menekan tingkat kekerasan dan perploncoan di sekolah-sekolah.

Saya melihat Pak Anies juga bukan hanya sekedar seorang menteri. Tapi lebih dari itu. Beliau juga seorang psikolog yang diberi amanah menjadi seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga padu padan keduanya sangat pas. Terbukti dengan adanya direktorat keayahbundaan, karena ia berpikir bahwa orangtua adalah pendidik yang paling tak tersiapkan. Diwujudkan pula dengan program beliau gerakan mengantar anak pada hari pertama sekolah. Beliau membuktikan bahwa beliau bekerja dengan hati sehingga beliau tahu bagaimana mengelola kementerian dan SDM-nya.

Bapak sangat menginspirasi saya dalam hal pendidikan dan pengetahuan. Semoga saya bisa mengikuti langkahmu. Yap, saya bukan hanya sekedar meraih mimpi. Tapi saya harus berusaha melampauinya!

Terima kasih, Bapak Anies Baswedan 20 bulannya. Hingga kini, saya belum bisa move-on dari bapak. Semoga kita bisa bertemu kembali di Turun Tangan untuk kali ini. Semoga bapak menjadi pelindung atau penasihat di organisasi saya yang lain mungkin? Hmmmm

Doakan kami Pak, selaku putra-putri harapan bangsa agar bisa melanjutkan dan selalu bisa memberikan kontribusi terbaik untuk pendidikan di tanah air tercinta.

I have so much respect for you and will continue to support you, Mr. Anies Baswedan, the Minister of Education and Culture of Indonesia (27 Oktober 2014 - 27Juli 2016). 



Jatinangor,
Ruhma Hafia

Selasa, 12 Juli 2016

Dari Kamu Aku Belajar Mengikhlaskan

Rutin setiap hari Sabtu di pagi hari aku selalu merapikan apartemenku yang luasnya tak seberapa. Entah untuk merapikan meja kerjaku, tumpukan buku di rak koleksiku atau hanya sekedar untuk membersihkan meja dari debu di depan tv.
Tiba-tiba smartphoneku yang berada di kamar sayup-sayup terdengar berbunyi panggilan masuk.

“Halo Al, lagi sibuk ga? Aku mau bicara"
"Engga kok, Bay. Ada apa?"
"Alya, maafin aku harus jujur. Mungkin ini akan pahit nantinya. Tapi aku harus benar-benar bicara sama kamu"
"Iya ada apa, Bayu?"
"Aku merasa hubungan kita terlalu flat. Kamu yang sibuk dengan pekerjaan kamu, sedangkan aku juga sibuk dengan tesis aku di sini. Aku gatau keuntungan kita bersama apa. Karena aku ga liat kepedulian kamu dengan aku. Makanya, beberapa kali aku nanya sama kamu tentang perasaan kamu ke aku. Sejujurnya aku sedang dekat dengan seseorang yang membuatku nyaman karena kepeduliannya dan waktunya lebih pas denganku. Ga kaya kamu. Kita sekarang berbeda banget al. Entah kamu merasa hal yang sama denganku atau tidak" 

Aku mencoba mendengarnya dengan logikaku. Benar semua. Kataku dalam hati.

"Aku mengerti, apa yang kamu bicarain. Aku bisa bilang sebagian besar dengan jawaban 'ya'. Tapi aku ga liat gentle nya kamu saat ini. Karena kamu bicara ingin pisah hanya melalui telpon. Ini bukan main-main, Bay. Ayo kita bertemu dan tunjukkan bahwa kamu gentle. Temui aku setelah kamu sampai di Indonesia, lusa. Di tempat kita biasa, jam 7 mas. Kamu masih ingat?"

Klik. Ku putuskan langsung sambungan telepon tersebut.

Semudah itu? Hahaha. Aku tertawa dalam hatiku. Entah aku harus senang atau sedih. Tapi memang ada benarnya juga jika aku berpikir sesederhana itu. Aku memang sudah cukup lama memikirkan tentang hubunganku dengan Mas Bayu. Sekarang yang aku butuhkan memang hanya bersikap, berusaha untuk mengakui kesalahan dan mengevaluasi diri. Karena aku pikir kita telah sama-sama dewasa, bukan?

Kenapa kamu gak marah saat dia mengakui bahwa ada orang lain? Kenapa kamu ga marah saat dia berbicara hal sepenting itu melalui telepon? Batinku sebenarnya terus-menerus bertanya-tanya. Beda dengan logikaku saat ini. Ah iya, bukankah seseorang dapat berubah? Bukankah hati seseorang bisa berubah-ubah?

Hari itu pun datang. Aku langsung meluncur ke cafe tempat kita biasanya bertemu dari kantorku. 

Aku sudah sampai di cafe. Bayu ternyata belum datang.

Alya, aku terjebak macet. Ada kecelakaan.
Kamu pesan makanan saja duluan,
sambil menungguku. Maaf Alya, membuatmu
lama menunggu

Begitu ujarnya melalu pesan yang masuk melalu handphoneku.

Bayu datang ketika aku baru menghabiskan makananku setengahnya.

“Hai Al, maaf ya lama”
"Gapapa kok mas. Kamu kejebak macet dimana?"
"Ituloh Al yang di dekat Rumah Sakit Medistra"
"Ohhhhh"
"Kamu makannya lahap banget sih, Al. Pantes gendutan"
"Kamu lupa? Makanan di sini kan ga ada yang ga enak, Bay. Makanya kita sering ke sini kan dulu"
"Hehehehe iya juga. Yaudah aku pesan dulu yah"
"Bay, emang aku gendutan? Beneran?
"Iya hahahaha"
"Ah yasudah gapapa, tanda bahagia"
"Jadi kamu di sini bahagia yah? Dibahagian siapa?"
"Ih apaan sih pertanyaan kamu kok menyudutkan gitu? Udah deh makan dulu, nanti aja ngomonginnya"
"Eh kok serius banget sih. Aku bercanda loh. Eh ini ada oleh-oleh untuk kamu"

Selama Bayu makan, aku memutuskan untuk diam. Sambil mencari kata-kata yang pas untuk memulai pembicaraan ini. Karena bagaimanapun juga, aku yang meminta pertemuan ini.

"Eh Bay, kamu ga mau kasih tau nih seseorang mana yang membuat kamu nyaman? Hahaha. Dia orang Indonesia bukan, Bay? Atau kamu dapet orang Turki? Wah tapi kayanya ga mungkin deh, orang Turki mau sama kamu hahahaha"
"Aku minta maaf ya, Al"
"Hahaha slow Bay. Perasaan orang bisa berubah-ubah kan? Apalagi juga hubungan kita ga terikat gini. Ya kan?"
"Aku ga maksud nyakitin kamu, Al..."
"Aku ga tersakiti kok, Bay hehehehe"
"Tapi aku merusak kepercayaan yang udah kamu kasih"
"Aku masih percaya kok Bay sama kamu"
"Kamu ga nyangka ya kalau aku kaya begini?
"Iya, abis kamu ga ada tanda-tanda cari cewek lain hehehe. Tapi aku ngerti kok, semua berhak dapet yang terbaik kan? Mungkin emang aku bukan yang terbaik buat kamu"
"Kamu baik, Al. Sangat baik."
"Ga usah sok memuji dehhh hehehe"
"Beneran loh. Eh, aku penasaran, jadi siapa yang buat kamu bahagia di sini selama aku ga ada?"
"Pemilihan kata-kata kamu sarkatis banget yah.Percaya atau engga, ga ada orang selain kamu kok Bay. Kamu duluan yang ngedapetin. Aku belum, mungkin nanti"
"Aku percaya. Kamu baik, Al. Pasti banyak yang suka sama kamu. Pasti kamu cepet cari yang baru
"Suka doang tapi kalau ga serius sama aja, Bay"
"Maaf ya Al, aku bukan ga serius sama kamu"
"Iya, Bayu. Aku cuma mau kamu ngomong depan aku aja kok. Bukan yang ga gentle kaya kemarin"
"Hehehe iya Al, maaf."

Sempat suasana hening terjadi di antara kami.

"Al, jangan keras kepala lagi ya nanti" 
"Iya, semoga nanti ada laki-laki yang bisa melunakan aku ya"
"Jangan lupa ya qur'annya sering-sering dibaca"
"Iya, Alya. Kamu juga... Doain ya tesis aku cepetan selesai"
"Aamin..."
"Maaf ya, Aku sering buat kamu kesal, sering buat kamu kecewa"
"Dulu aku ga bisa kesal sama kamu kan Bay hehehe. Bay, jaga perempuan kamu ya... Kamu jangan terlalu baik lagi dong sekarang ke semua cewek. Kebaikan kamu kan jadi ajang tebar pesona kamu hahaha"
"Hahahaha, iya Al. Al, terima kasih ya buat semuanya. Aku banyak belajar dari kamu. Semoga kamu secepatnya dapat yang lebih baik dari aku"
"Aamiin. Sama-sama, Bayu"
"Aku ga enak sama kamu sebenarnya, Al. Aku malu"
"Halo Bayu, kamu kok galau banget sih. Aku dalam kondisi yang baik-baik saja. Aku sudah berpikir jernih, mungkin rencana Allah memang bukan untuk kita bersama"
"Allah has best plan for us ya Al"

Aku memutuskan untuk beranjak pulang dari cafe lebih dulu. Dulu, kami pulang selalu bersama-sama, sekarang tidak bersama lagi. Semua sudah berlalu. Kita sudah sama-sama dewasa. Mengikhlaskan semuanya lebih baik. Walaupun tidak mudah, namun memang mengikhlaskan jalan satu-satunya.

Lagu yang berputar di radio dalam mobil saya kali ini adalah lagu dari Cakra Khan yang menjadi soundtrack di film Rudy Habibie-mencari cinta sejati....

Hembusan angin meniup wajah alam
Mataku tak berkedip menatap langit
Terlalu luas tak bertepi pandang
Bisakah aku menyentuh awan

Berwaktu-waktu aku mengasuh rasa
Mendengarkan jiwaku berkata-kata
Tak mungkin aku abaikan kata hati
Ku harus jujur pada hatiku

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Engkau bukanlah sebuah kesalahan
Tak pernah aku menyesal mengenalmu
Tapi biarkanlah aku terbang bebas
Mencari cinta sejati

Berwaktu-waktu aku mengasuh rasa
Mendengarkan jiwaku berkata-kata
Tak mungkin aku abaikan kata hati
Ku harus jujur pada hatiku

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Senyumku melepas kau pergi, Bay. Hahahaha. Tertawa aku dalam hati. Tuhan memang banyak mempertemukan kita dengan banyak orang untuk belajar dan mengajarkan, bukan? Dari kamu, aku belajar mengikhlaskan.






Ruhma Hafia,
Jakarta.

Senin, 13 Juni 2016

perjuangan, diperjuangkan dan memperjuangkan

Salam!!!!
hai gaisss, Ruhma Hafia kembaliiii. hehehe. btw, apa kabarnya di Ramadhan ke-8 nya? masih kuat lah ya imannya. walaupun kadang liat adik lu makan es krim di depan lu atau bisikan-bisikan teman gaib yang ngajakin bukber pas siang bolong. wkwkwk.

btw, sering kan ya denger entah dari temen cewe lo bilang
"yaiyalah kita kan butuh diperjuangin"
atau temen cowo lo yang bilang
"anjay susah ya cewe tuh, maunya diperjuangin terus, nuntut kita memperjuangkan dia mulu"
well. entah kenapa gue sering banget denger kaya gini, dan belum lama gue lg ngobrol sama temen gue, dia bilang "ya kan cewe senang diperjuangin kan fi?" sebenernya gue agak bingung sih mau jawab iya atau engga (karena emang sebagai cewe ada rasa ingin diperjuangkan hehehe). terus baru banget tadi sore gue mendengarkan curhat seorang lelaki galau, sebut saja dia segaf eh maksudnya sebut saja dia Ipul. dia bilang katanya "susah ya perjuangin cewe tu" terus gue jawab "emang perjuangin buat apa?", dan dia jawab lagi "buat ngedapetin dia lahhh" dan lain sebagainyaaa pokoknya gue chatan ttg itu. terus sampe akhirnya, gue mendapatkan hidayah.....

entah, kalian bakal setuju atau engga dengan pendapat gue tentang hal ini. hehehe

gini, klo menurut gue pribadi perjuangan itu bukan untuk mendapatkannya. perjuangan itu adalah tujuannya untuk memperbaiki diri, bukan bertujuan untuk mendapatkan si dia.

gue justru lebih setuju dengan kata-kata "sama-sama berjuang". karena hakikat sebenarnya perjuangan itu untuk dirinya sendiri berubah menjadi sama-sama lebih baik.

bukannya jodoh itu berbanding lurus? lelaki yang baik utk perempuan yang baik, begitu pula sebaliknya. jadi, berjuang aja buat diri kita makin keren, biar nanti Allah yang memberikan yang terbaik dari usaha terbaik kita.

jadi, Aa ku yang masih belum aku tahu. yuk kita sama-sama berjuang ya A!!!!  #eeeee #modus #saaelofi

dah yak, sekian tulisan gue yang sangat abstrak ini. huehehe

Wassalam,
Jatinangor.
Ruhma Hafia.

Minggu, 29 Mei 2016

Hafia Mengguggat Teori Bahagia??

Salam. wihiiii kembali lagi dengan gue. Ruhma Hafia. Kangen gak sama gue? wkwkwk.
Btw, tulisan dan judul gue kan emang ga pernah nyambung huehehe. Judul gue dibuat biar ada yang mampir aja sih. kan seru tuh wkwkwk.  Karena gue selalu bahagia (cieee), gue mau berbagi sedikit kebahagiaan gue dengan tulisan ini. hiahaha.


Menjadi bahagia mungkin emang jadi tujuan semua manusia. Btw, ini adalah riset dari Cambridge University tentang negara manakah yang paling bahagia di muka bumi. Ada enam faktor yang digunakan sebagai tolok ukur penilaian, yaitu pendapatan per kapita, dukungan sosial, hidup yang sehat, kebebasan sosial, kedermawanan, dan level korupsi.

YAP. Uang adalah satu yang menjadi tolak ukur penilaiannya.

Seperti yang dikatakan oleh Bapak Aristoteles bahwa orang yang bahagia menurut Aristoteles (dalam Rusydi, 2007) adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good friends, good money and goodness.

Tapi kenyataannya, banyak orang yang sudah punya uang banyak, tidurnya tidak nyenyak. Atau banyak kasus yang ditemukan orang-orang kaya mati bunuh diri karena depresi. Kenyataannya pula, banyak  rumah-rumah mewah yang menampakkan kemapanan, tapi di dalamnya ada kedengkian dan dendam. 

Manusia memiliki  sifat tidak pernah puas, maka dari itu ketika seseorang telah merasakan kebahagiaan akan suatu hal, maka dia akan terus mencari kebahagiaan yang lebih membahagiakannya lagi dan akan terus begitu. Bukankah kebahagian itu semakin dicari semakin kabur, ia akan semakin samar?

Banyak lagi teori-teori tentang kebahagiaan yang jika semakin dicari malah membuat jiwa semakin gila. Kalau boleh gue akan menggugat teori dari Bapak Aristoteles (ceilehhh songong betul gue wkwkwk) di atas dengan teori dari Bapak yang satu ini. Beliau pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Beliau menjawab makna bahagia, 
“Bahagia adalah jika engkau benar-benar ridha pada putusan Allah” -Ibnu Khaldun

 As simple as that. Yes. Itulah teori simple yang nyata dari pengertian bahagia seorang muslim. 

Bukankah Allah berfirman pula:

“وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ”
Artinya: “Ingatlah tatkala Rabb kalian menetapkan: jika kalian bersyukur niscaya akan Ku tambah (nikmatku) pada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)

Terakhir, gue berpesan buat diri gue khususnya. Bersyukurlah dan berbahagialah, kawannnn. Enjoy ur life, guys!!!


Selasa, 24 Mei 2016

Belajar memaafkan


Salam!!!! WOHOOOOO!!! siapa kangen gue? HIAHAHAHA.
Maaf ini gue terlalu senang aja bisa ngepost lagi. wihiii
Btw, gimana kabar hati? upsss... maaf salah tanya. apaansih kentang yak gue. mungkin ini efek gue suka kentang. NJAY makin kentang. 

Yaudahlah gue mau cerita aja. Kemarin, tiba-tiba gue iseng buka hangouts, terus ada inbox ternyata. dan berisi....
“Maafin semua yang sudah aku lakuin ke kamu dulu.”

Lets be honest, we’ve all been hurt by another person at some time or another. Sometimes we were treated badly and our trust was broken while our hearts was hurt. 

Gue agak speechless gitu sih, diam, bengong, dan pehatiin lg kata-kata itu. It bounced me back to the time when I carried a lot of anger and grudges toward him in my life and the time i wanted to hurt him back two years ago. But then suddenly I realize jauh sebelum dia ngirim itu ke gue sebenernya gue udah lupa dan memaafkan orang ini sih. Gue juga banyak belajar untuk menerima. Bahwa segala sesuatu terkadang tidak seperti apa yang kita inginkan, seringkali ga sesuai sama ekspektasi kita. Tapi kadang dari ketidaksesuaian itu sih yang bikin kita inget banget. Entah karena bermanfaaat banget, atau terkenang banget, atau yaaa gitulah pokoknya *apasih fiii*.

Hari ini, gue belajar tentang memaafkan segala sesuatu dari masa lalu yang pernah merobek sesuatu dalam hati gue *eaaaa* Sumpah serapah, kesel ampe ke ubun-ubun yaudahhh emang harusnya saat itu aja, dan menghilang (read: emosi saat itu aja, gausah ada dendam di antara kita) kiwww. The key is we all need to learn to let go. We all need to be able to forgive, so we can move on from anger and be happy in our life. So, enjoy aja lahh every single moment yang ada di hidup kita.

Tanpa pikir panjang gue langsung bales.
"santai aja, udah lama beralalu :)"

sumber: tumblr.com


Wassalam,
Ruhma Hafia

Senin, 11 April 2016

Filosofi Sebuah Kereta dan Stasiun (Cerpen)

Dingin. Begitulah yang aku rasakan pukul 04:00 di Stasiun Bandung. Duduk di kursi tunggu dengan mata masih terasa berat. Hanya ditemani ransel buluk abu-abu di punggung yang setia menemani kemanapun aku pergi. Ternyata jaket biru dongker ini tak sia-sia aku terima dari laki-laki itu 3 tahun lalu. Namun dengan jaket tebal ini tak bisa juga menahan dinginnya shubuh. Walaupun sudah memakai jilbab tebal ditambah dengan kupluk jaket ini. Tetap terasa dingin.
Aku menunggu KA Malabar yang akan datang pukul 4.38 nanti. Sebentar lagi adzan Shubuh, aku  segera ke Musholla yang tersedia di stasiun, sambil menunggu kereta yang aku tumpangi datang. Setelah sholat shubuh, sebentar ku buka smartphoneku untuk sekedar melihat linimasa media sosial. Membuatku senyum-senyum sendiri saat pertama yang aku lihat di linimasa media sosialku adalah laki-laki itu. Ya. Laki-laki yang telah memberiku jaket biru dongkernya untukku 3 tahun lalu.     

Ting tong ting tong...
“Kereta Malabar tujuan Malang, akan segera tiba, kepada para penumpang yang menuju stasiun Malang,  dimohon segera mempersiapkan diri.”

Terdengar suara pengumuman mulai memanggil para calon penumpangnya. Aku cepat-cepat memakai sepatu sneakers abu-abu dan setengah berlari ke arah peron kereta. Tak terlalu penuh saat itu, sehingga aku bisa memasuki kereta dengan lenggang. Aku memasuki kereta, lalu mencari tempat duduk sesuai dengan nomor yang terdapat pada tiket yang aku punya.
Senang, bisa duduk di pinggir dekat jendela. Entah mengapa dalam suatu perjalanan, hal yang aku nikmati adalah duduk sambil melihat ke luar jendela. Bisa sekedar untuk melihat pemandangan di luar, atau bisa juga untuk yaaa sekedar untuk mendramatisir keadaan bahwa aku sedang dalam perjalanan hehehe.
Namun sepertinya perjalanan ke Malang kali ini akan kuhabiskan untuk mengingat memori masa lalu dengan laki-laki itu. “Hahahaha Saras, kamu masih tak bisa berpaling dari masa lalu kah?” bisik hatiku sendiri saat itu.
“Ras, ga berasa yah tahun depan kita udah jadi mahasiswa”
“iya, aku senang deh, Nang. Waaa aku mau buru-buru jadi  mahasiswa keperawatan nih, Nang”
“Gimana ya Ras nanti pas kita kuliah? Kita kan bakalan di universitas yang sama, Ras. Di Universitas Brawijaya. Aku di teknik elektro, kamu di keperawatan”
“Nang, kok kamu pede banget yah? Udah mengandai-andai aja, padahal ujian aja belum hahaha. Aku takut ga lolos Nang...”
“Aihhh kamu, makanya mumpung masih ada waktu buat belajar kita maksimalin aja Ras siapa tau pengandaian kita terwujud, Ras. Aku semangat belajar nih biar bisa satu universitas sama kamu hahahaha”
Ah, Lanang, sosok laki-laki itu yang pernah mengisi warna-warni hidupku selama SMA. Cerdas, aktif, dan terlihat selalu menawan dalam penglihatanku tentunya. Badannya tinggi tidak terlalu gemuk, rambutnya yang sedikit kribo, kulitnya hitam manis, ditambah dengan lesung pipinya menjadi tambah manis. Beruntungnya aku pernah bisa menjadi bagian dari kisah hidup dia sekitar 2 tahun.
Kedekatan kami memang karena dilatarbelakangi dengan kesukaan yang sama terhadap kegiatan sosial. Tak jarang dahulu kami terlibat menjadi volunteer dalam kegiatan sosial yang sama. Sekedar bakti sosial, atau menjadi panitia dalam kegiatan konser amal, dan masih banyak lagi lainnya. Tentu, keberangkatanku kali ini membawa misi sama. Untuk kegiatan sosial yang akan dilaksanakan di Malang.
Ya. Tempat Lanang saat ini berkuliah. Pada akhirnya kami harus berpisah, karena kenyataannya kita tidak bisa di universitas yang sama. Aku yang saat ini di Bandung dengan keperawatanku, dan Lanang di Malang dengan Teknik Elektronya. Lanang tepat dengan tujuannya, sedangkan aku terpental ke Bandung. Bukan hanya kita yang berpisah dengan jarak. Tapi setelah 6 bulan menghadapi jarak tersebut, kami tak bisa melaluinya. Memilih untuk sama-sama menjalankannya sendirian, dan tak bersama lagi.
Hmmm.... Sekarang apa kabarmu Lanang? Masih suka dalam kegiatan sosialkah? Atau masih suka bermain game online jika penat? Masih suka mengoleksi gundam? Masih sering nonton film horor? Masih senang dengan anak-anak? Masih suka menjadi MC? Masih suka dengan bakso dengan jenis apapun? Atau masih suka dengan kebiasaanmu menggerak-gerakan kakimu jika stress datang? Hahahaha masih ingat sekali aku tentangmu.
Berarti sudah 2 tahun aku tidak tahu apa-apa lagi tentang kamu. Sejak kita memutuskan untuk tidak bersama lagi. Aku tak pernah lagi menghubungimu, hmm… mungkin maksudnya aku yang tak pernah mencoba menghubungimu lagi. Agar aku bisa benar-benar melupakanmu....
Agar aku bisa melupakanmu? Ahhh di sebuah kalimat tersebut tersirat sebuah makna bahwa aku sedang berusaha melupakanmu. Tapi tetap saja aku tak bisa. Selalu tiba-tiba mengingatmu, Lanang. Aku selalu mengingat sosokmu yang selalu memberiku semangat dalam hal apapun, dan di kondisi apapun. Sekarang, aku tak lagi mendapat semangat itu. Ya. Sejak 2 tahun lalu itu.
Ah ya, banyak laki-laki yang telah aku temui di Bandung sini, Lanang. Tapi mengapa sosokmu selalu menjadi bandingan? Aku tidak merasa senyaman denganmu, Lanang. Mereka terlalu banyak mau. Tak sepertimu yang bisa menerimaku apa adanya.
Matahari dalam kereta pukul 10.25, membangunkanku. Bunyi perutku mulai terdengar, pertanda bahwa aku sudah lapar. Aku memesan nasi goreng, dan segelas kopi ke pelayan kereta. Ku tengok ke luar, ah perjalanan masih sangat panjang.
Lanang...
Sesungguhnya di dalam kereta ini aku masih berharap bahwa nanti kita bisa bertemu. Namun aku egois. Aku tak mau mengabarkanmu, tapi aku mau kamu tau aku sedang berada di kotamu. Kita dekat, Lanang.
Lanang....
Mungkinkah Tuhan akan mempertemukan kita lagi kelak? Sedang aku selalu menghindarimu, menghindar dari pertemuan kita 1 tahun lalu saat reuni angkatan. Bahkan aku selalu menghindar dari pesan-pesan yang masuk ke media sosial darimu. Entah apa alasanku, aku terlalu takut mengingatmu Lanang...
Biar perjalanan kali ini aku banyak menghabiskan waktu untuk mengingatmu. Anggap ini permintaan maafku karena selalu menghindarimu. Ya. Aku memang pengecut. Bukan, kamu tidak pernah ada salah denganku. Kita berpisah dengan cara baik bukan? Jadi kupastikan tak ada yang salah dari kita. Namun, aku hanya terlalu takut jika bertemu denganmu memori manis tentang kita bermain lagi di kepalaku.
Pukul 18.14, sampai juga aku di Stasiun Malang. Hari ini tak dapat aku saksikan fajar dan senjanya Malang. Matahari sudah terbenam ketika aku sampai dan menginjakkan kaki di Stasiun ini. Aku memutuskan untuk mencari terlebih dahulu musholla untuk menunaikan sholat maghrib. Sekedar untuk membasuh muka untuk melanjutkan langsung perjalanan ke desa.
Aku masih menunggu seorang kawan yang akan menjemputku di Stasiun Malang. Hilir mudik penumpang kereta, juga lalu lalang kereta membuatku memberikan keputusan bahwa selesailah aku mengenangmu, Lanang. Biar kesempatan lain yang akan memutar memori manis tentang kita lagi nantinya.
Setelah aku bertemu dengan kawanku, perjalananku terus dilanjutkan untuk bertemu dengan volunteer lainnya di tempat penginapan yang terletak di dekat desa yang nantinya akan menjadi tempat untuk kami mengeksekusi proyek yang kami akan laksanakan. Perjalananku kali ini sudah tak sendiri, ada Mas Anto yang kali ini di hadapanku dengan menjelaskan tentang proyek kita selama di desa nanti.
Lanang, aku masih berharap bahwa kamu yang di hadapanku menjelaskanku tentang kegiatan kita selama di desa nanti. Ah... tapi itu tidak mungkin. “Saras, lupakan!” tekadku dalam hati.
Aku memutuskan untuk meletakkan barang bawaanku terlebih dahulu di kamar yang telah disediakan. Serta mandi dan berganti pakaian. Kini, aku sudah benar-benar melupakanmu, Lanang. Aku harus fokus terhadap proyekku 2 minggu ke depan di desa ini. Aku sudah tekadkan dalam hatiku bahwa aku harus total dalam menjalani proyekku selama di sini.
2 minggu berlalu, melelahkan juga menyenangkan. Bertemu dengan warga di desa ini, memberikan pelatihan-pelatihan, juga berbincang-bincang, sedikit membantu petani, juga kegiatan mengajar rutin pada pagi hari. Dari mulai anak-anak hingga para tetua desa ini sangat ramah. Lelah sudah tak lagi terasa. Terasa berat untuk meninggalkan desa ini sore nanti. Karena desa ini memberiku banyak pengalaman dan juga pelajaran. Perlu kalian ketahui, para volunteer lain juga melakukan hal yang sama denganku. Namun, mereka terbagi ke beberapa desa di Malang. Malam nanti, akan ada acara puncak untuk pertemuan volunteer se Pulau Jawa di kota Malang. Oleh karena itu, sore hari ini aku harus pergi ke tempat malam puncak acara tersebut.
Tepat pukul 19.00 aku beranjak ke aula tempat acara berlangsung bersama Arin, teman sekamar yang juga partner kerjaku selama 2 minggu di desa. Aku mencari-cari Mas Anto, untuk meminta tugasku yang dihandlenya terlebih dahulu. “Saras, kamu nanti yang menjadi MC saja ya. Kebetulan Nanda terlambat dari desanya karena ban mobil yang menjemput mereka untuk keluar dari desa mogok. Oh iya, kamu nanti berpasangan kok jadi MCnya. Sini aku kenalin ke partner MC mu” kata mas Anto.

Aku membuntutinya dari belakang, Mas Anto mengarah pada seorang laki-laki berbadan tinggi, dengan badan yang proporsional dengan tingginya, rambutnya agak kriting, namun dengan potongan pendek. Aku masih melihatnya dari belakang, ia masih sibuk dengan memasang dasinya untuk acara resmi ini. “Aji, sini kenalan sama Saras. Partner MC kamu” , laki-laki itu segera menoleh.

“Saras?”  kata laki-laki itu.
“Lanang?” kataku dengan rasa terkejut luar biasa.
Ya. Namanya adalah Lanang Aji Rahman. Entah ini sebuah takdir atau memang kebetulan. Tapi aku yakin, Tuhan  memiliki rencana di setiap kebetulannya. Malam ini, aku bertemu lagi dengannya, Lanang. Sosok yang 2 minggu lalu baru aku impikan untuk bertemu dengannya kini di hadapanku menjadi pasangan MC-ku. Sedikit canggung setelah 2 tahun ini tak bertemu dengannya. Ups, bukan tak bertemu, tapi aku menghindarinya.
Tak banyak perbincangan kami malam itu setelah MC, sudah sama-sama lelah dengan kegiatan kami kemarin. “Kamu pulang besok tah, Ras?”  katanya sambil melepas dasinya. “iya nang, aku udah ada tiket untuk pulang besok pagi jam 7.21”  jawabku. “Mau ku antar?”  tanyanya. Anggukan kepalaku menjadi jawabanku kala itu. Aku mungkin terlihat bodoh, langsung menerima tawarannya begitu saja. Tapi, kau harus tau Lanang, aku benar-benar rindu.
Pagi itu, kita harus berpisah. Pertemuan yang hanya kilat itu memberikan jawaban-jawaban yang menjadi jawaban dari perjalananku selama ke Malang. Entah ini nyata atau hanya sekedar mimpi.
Pukul 07.21, berjalannya kereta menuju Bandung.
Ting... (pukul 07.23)
From: Lanang
Jangan kapok datang ke Malang, Saras :p Semoga dengan pertemuan kembali kita semalam kamu tak lagi menghindari pesan-pesanku. Hati-hati, Saras. Semoga kamu sampai dengan lancar dan selamat sampai ke Bandung.
 Ting.... (pukul 07.28)
            From: Lanang
Saras, aku masih berdiri di stasiun. Aku mendapat filosofi dari sebuah kereta dan stasiun. Setiap kereta menempuh perjalanan jauh, singgah di banyak stasiun, sekedar menaik turunkan penumpangnya, lalu melanjutkan perjalanannya lagi sampai ke tempat tujuan akhir, bila sudah sampai di tujuan akhir, maka kereta akan kembali ke stasiun awal dengan membawa penumpang yang berbeda lagi. 
Dan kereta itu adalah aku, Ras. Setelah aku melakukan “perjalanan panjang”, aku betualang, berhenti di tiap perempuan yang aku anggap nyaman. Bila harus berjalan lagi, aku berhenti lagi di perempuan lainnya. Dan aku sadar, bahwa stasiun awal adalah tempatku kembali yang sebenarnya, bukan stasiun-             stasiun untuk singgah sementara. Aku tahu, stasiun awal itu adalah kamu, tempat paling nyaman yang pernah aku dapati. Ternyata aku butuh kembali. Kamu adalah tempat aku kembali, Ras...
Jadi masihkah kamu mau menganggapku sebagai kereta terakhirmu? Karena aku tahu,  kamulah stasiun awalku, Ras.
Lanang, apa ini yang dinamakan gayung bersambut? Apa aku tak bermimpi? Terjawab sudah segala pertanyaanku di atas kereta di awal keberangkatanku. Jawaban darimu tentang filosofi sebuah kereta dan stasiun. Sebentar Lanang, aku sedang mengetik pesan untukmu. 


Ruhma Hafia, 
Jatinangor