Sabtu, 30 Juli 2016

Terima Kasih, Pak Anies Baswedan.




Sampai H+4 saya masih tidak bisa percaya kalau beliau dipurnatugaskan menjadi seorang menteri. Mungkin Pak Jokowi memiliki pertimbangan lain.

Sedikit cerita pertemuan pertama kali saya dengan Bapak Anies Baswedan adalah ketika saya bergabung di Parlemen Muda. Beliau adalah pelindung dari Parlemen Muda. Di situ beliau menjadi narasumber yang membuat saya jatuh cinta langsung terhadapnya. Setelah acara itu selesai, saya mulai mencari tahu banyak tentang beliau ternyata beliau luar biasa keren. Dari mulai program Indonesia Mengajar, Indonesia Menyala, Kelas Inspirasi hingga Turun Tangan saya bertambah jatuh cinta karena beliau sangat lekat dengan dunia pendidikan.

Saat beliau diangkat menjadi menteri, saya senang luar biasa. Walaupun saat itu, banyak isu miring tentang agamanya yang hingga sekarang belum bisa dibuktikan kebenarannya. Tapi saya sangat berharap dan percaya, beliau bisa memberi warna baru untuk pendidikan di Indonesia.

Benar saja, dalam waktu 20 bulan beliau menjalankan amanahnya. Banyak sekali perubahan yang telah beliau lakukan, diantaranya yaitu meninjau dan merevisi kurikulum 2013, nilai UN bukan penentu kelulusan, terbongkarnya kasus mafia buku, membentuk direktorat baru (direktorat keayahbundaan), hingga digantinya istilah MOS demi menekan tingkat kekerasan dan perploncoan di sekolah-sekolah.

Saya melihat Pak Anies juga bukan hanya sekedar seorang menteri. Tapi lebih dari itu. Beliau juga seorang psikolog yang diberi amanah menjadi seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga padu padan keduanya sangat pas. Terbukti dengan adanya direktorat keayahbundaan, karena ia berpikir bahwa orangtua adalah pendidik yang paling tak tersiapkan. Diwujudkan pula dengan program beliau gerakan mengantar anak pada hari pertama sekolah. Beliau membuktikan bahwa beliau bekerja dengan hati sehingga beliau tahu bagaimana mengelola kementerian dan SDM-nya.

Bapak sangat menginspirasi saya dalam hal pendidikan dan pengetahuan. Semoga saya bisa mengikuti langkahmu. Yap, saya bukan hanya sekedar meraih mimpi. Tapi saya harus berusaha melampauinya!

Terima kasih, Bapak Anies Baswedan 20 bulannya. Hingga kini, saya belum bisa move-on dari bapak. Semoga kita bisa bertemu kembali di Turun Tangan untuk kali ini. Semoga bapak menjadi pelindung atau penasihat di organisasi saya yang lain mungkin? Hmmmm

Doakan kami Pak, selaku putra-putri harapan bangsa agar bisa melanjutkan dan selalu bisa memberikan kontribusi terbaik untuk pendidikan di tanah air tercinta.

I have so much respect for you and will continue to support you, Mr. Anies Baswedan, the Minister of Education and Culture of Indonesia (27 Oktober 2014 - 27Juli 2016). 



Jatinangor,
Ruhma Hafia

Selasa, 12 Juli 2016

Dari Kamu Aku Belajar Mengikhlaskan

Rutin setiap hari Sabtu di pagi hari aku selalu merapikan apartemenku yang luasnya tak seberapa. Entah untuk merapikan meja kerjaku, tumpukan buku di rak koleksiku atau hanya sekedar untuk membersihkan meja dari debu di depan tv.
Tiba-tiba smartphoneku yang berada di kamar sayup-sayup terdengar berbunyi panggilan masuk.

“Halo Al, lagi sibuk ga? Aku mau bicara"
"Engga kok, Bay. Ada apa?"
"Alya, maafin aku harus jujur. Mungkin ini akan pahit nantinya. Tapi aku harus benar-benar bicara sama kamu"
"Iya ada apa, Bayu?"
"Aku merasa hubungan kita terlalu flat. Kamu yang sibuk dengan pekerjaan kamu, sedangkan aku juga sibuk dengan tesis aku di sini. Aku gatau keuntungan kita bersama apa. Karena aku ga liat kepedulian kamu dengan aku. Makanya, beberapa kali aku nanya sama kamu tentang perasaan kamu ke aku. Sejujurnya aku sedang dekat dengan seseorang yang membuatku nyaman karena kepeduliannya dan waktunya lebih pas denganku. Ga kaya kamu. Kita sekarang berbeda banget al. Entah kamu merasa hal yang sama denganku atau tidak" 

Aku mencoba mendengarnya dengan logikaku. Benar semua. Kataku dalam hati.

"Aku mengerti, apa yang kamu bicarain. Aku bisa bilang sebagian besar dengan jawaban 'ya'. Tapi aku ga liat gentle nya kamu saat ini. Karena kamu bicara ingin pisah hanya melalui telpon. Ini bukan main-main, Bay. Ayo kita bertemu dan tunjukkan bahwa kamu gentle. Temui aku setelah kamu sampai di Indonesia, lusa. Di tempat kita biasa, jam 7 mas. Kamu masih ingat?"

Klik. Ku putuskan langsung sambungan telepon tersebut.

Semudah itu? Hahaha. Aku tertawa dalam hatiku. Entah aku harus senang atau sedih. Tapi memang ada benarnya juga jika aku berpikir sesederhana itu. Aku memang sudah cukup lama memikirkan tentang hubunganku dengan Mas Bayu. Sekarang yang aku butuhkan memang hanya bersikap, berusaha untuk mengakui kesalahan dan mengevaluasi diri. Karena aku pikir kita telah sama-sama dewasa, bukan?

Kenapa kamu gak marah saat dia mengakui bahwa ada orang lain? Kenapa kamu ga marah saat dia berbicara hal sepenting itu melalui telepon? Batinku sebenarnya terus-menerus bertanya-tanya. Beda dengan logikaku saat ini. Ah iya, bukankah seseorang dapat berubah? Bukankah hati seseorang bisa berubah-ubah?

Hari itu pun datang. Aku langsung meluncur ke cafe tempat kita biasanya bertemu dari kantorku. 

Aku sudah sampai di cafe. Bayu ternyata belum datang.

Alya, aku terjebak macet. Ada kecelakaan.
Kamu pesan makanan saja duluan,
sambil menungguku. Maaf Alya, membuatmu
lama menunggu

Begitu ujarnya melalu pesan yang masuk melalu handphoneku.

Bayu datang ketika aku baru menghabiskan makananku setengahnya.

“Hai Al, maaf ya lama”
"Gapapa kok mas. Kamu kejebak macet dimana?"
"Ituloh Al yang di dekat Rumah Sakit Medistra"
"Ohhhhh"
"Kamu makannya lahap banget sih, Al. Pantes gendutan"
"Kamu lupa? Makanan di sini kan ga ada yang ga enak, Bay. Makanya kita sering ke sini kan dulu"
"Hehehehe iya juga. Yaudah aku pesan dulu yah"
"Bay, emang aku gendutan? Beneran?
"Iya hahahaha"
"Ah yasudah gapapa, tanda bahagia"
"Jadi kamu di sini bahagia yah? Dibahagian siapa?"
"Ih apaan sih pertanyaan kamu kok menyudutkan gitu? Udah deh makan dulu, nanti aja ngomonginnya"
"Eh kok serius banget sih. Aku bercanda loh. Eh ini ada oleh-oleh untuk kamu"

Selama Bayu makan, aku memutuskan untuk diam. Sambil mencari kata-kata yang pas untuk memulai pembicaraan ini. Karena bagaimanapun juga, aku yang meminta pertemuan ini.

"Eh Bay, kamu ga mau kasih tau nih seseorang mana yang membuat kamu nyaman? Hahaha. Dia orang Indonesia bukan, Bay? Atau kamu dapet orang Turki? Wah tapi kayanya ga mungkin deh, orang Turki mau sama kamu hahahaha"
"Aku minta maaf ya, Al"
"Hahaha slow Bay. Perasaan orang bisa berubah-ubah kan? Apalagi juga hubungan kita ga terikat gini. Ya kan?"
"Aku ga maksud nyakitin kamu, Al..."
"Aku ga tersakiti kok, Bay hehehehe"
"Tapi aku merusak kepercayaan yang udah kamu kasih"
"Aku masih percaya kok Bay sama kamu"
"Kamu ga nyangka ya kalau aku kaya begini?
"Iya, abis kamu ga ada tanda-tanda cari cewek lain hehehe. Tapi aku ngerti kok, semua berhak dapet yang terbaik kan? Mungkin emang aku bukan yang terbaik buat kamu"
"Kamu baik, Al. Sangat baik."
"Ga usah sok memuji dehhh hehehe"
"Beneran loh. Eh, aku penasaran, jadi siapa yang buat kamu bahagia di sini selama aku ga ada?"
"Pemilihan kata-kata kamu sarkatis banget yah.Percaya atau engga, ga ada orang selain kamu kok Bay. Kamu duluan yang ngedapetin. Aku belum, mungkin nanti"
"Aku percaya. Kamu baik, Al. Pasti banyak yang suka sama kamu. Pasti kamu cepet cari yang baru
"Suka doang tapi kalau ga serius sama aja, Bay"
"Maaf ya Al, aku bukan ga serius sama kamu"
"Iya, Bayu. Aku cuma mau kamu ngomong depan aku aja kok. Bukan yang ga gentle kaya kemarin"
"Hehehe iya Al, maaf."

Sempat suasana hening terjadi di antara kami.

"Al, jangan keras kepala lagi ya nanti" 
"Iya, semoga nanti ada laki-laki yang bisa melunakan aku ya"
"Jangan lupa ya qur'annya sering-sering dibaca"
"Iya, Alya. Kamu juga... Doain ya tesis aku cepetan selesai"
"Aamin..."
"Maaf ya, Aku sering buat kamu kesal, sering buat kamu kecewa"
"Dulu aku ga bisa kesal sama kamu kan Bay hehehe. Bay, jaga perempuan kamu ya... Kamu jangan terlalu baik lagi dong sekarang ke semua cewek. Kebaikan kamu kan jadi ajang tebar pesona kamu hahaha"
"Hahahaha, iya Al. Al, terima kasih ya buat semuanya. Aku banyak belajar dari kamu. Semoga kamu secepatnya dapat yang lebih baik dari aku"
"Aamiin. Sama-sama, Bayu"
"Aku ga enak sama kamu sebenarnya, Al. Aku malu"
"Halo Bayu, kamu kok galau banget sih. Aku dalam kondisi yang baik-baik saja. Aku sudah berpikir jernih, mungkin rencana Allah memang bukan untuk kita bersama"
"Allah has best plan for us ya Al"

Aku memutuskan untuk beranjak pulang dari cafe lebih dulu. Dulu, kami pulang selalu bersama-sama, sekarang tidak bersama lagi. Semua sudah berlalu. Kita sudah sama-sama dewasa. Mengikhlaskan semuanya lebih baik. Walaupun tidak mudah, namun memang mengikhlaskan jalan satu-satunya.

Lagu yang berputar di radio dalam mobil saya kali ini adalah lagu dari Cakra Khan yang menjadi soundtrack di film Rudy Habibie-mencari cinta sejati....

Hembusan angin meniup wajah alam
Mataku tak berkedip menatap langit
Terlalu luas tak bertepi pandang
Bisakah aku menyentuh awan

Berwaktu-waktu aku mengasuh rasa
Mendengarkan jiwaku berkata-kata
Tak mungkin aku abaikan kata hati
Ku harus jujur pada hatiku

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Engkau bukanlah sebuah kesalahan
Tak pernah aku menyesal mengenalmu
Tapi biarkanlah aku terbang bebas
Mencari cinta sejati

Berwaktu-waktu aku mengasuh rasa
Mendengarkan jiwaku berkata-kata
Tak mungkin aku abaikan kata hati
Ku harus jujur pada hatiku

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Kau dan aku tak bisa bersama
Bagai syair lagu tak berirama
Selamat tinggal kenangan denganku
Senyumku melepaskan kau pergi

Senyumku melepas kau pergi, Bay. Hahahaha. Tertawa aku dalam hati. Tuhan memang banyak mempertemukan kita dengan banyak orang untuk belajar dan mengajarkan, bukan? Dari kamu, aku belajar mengikhlaskan.






Ruhma Hafia,
Jakarta.