Senyuman Lelaki Pakistan yang Hilang
karya: Ruhma Hafia
"Bruk..." tiba-tiba saja tumpukan buku yang kubawa terjatuh berceceran ke lantai. "arghhh.. kenapa di saat terburu-terburu seperti ini aku malah ceroboh!" gumamku dalam hati. Aku mengambil buku-buku yang berserakan tadi untuk ditumpuk kembali. "kok bukunya jatuh?" Aku cukup terkejut dengan asal suara itu. Aku mendongakkan kepalaku. lelaki tinggi nan putih, beralis tebal, dengan wajah khas Pakistannya. dia tersenyum melihatku. "oh, engga. Ini emang ane aja yang ceroboh. Soalnya buru-buru banget"jawabku. "sini, ane bantu" balasnya sambil melipat kakinya untuk mengambil buku-bukuku.
****
Ya, itulah pertemuanku dengan Hussein Abida, yang tenyata seorang keturunan Indonesia-Pakistan. Sekolahku memang berlatar belakang Islam. Aku bersekolah di Syahida Islamic Boarding School. jadi, sangat banyak anak-anak keturunan yang bersekolah di sana. Khusunya Timur Tengah yang mayoritas beragama islam. Huseein memang satu kelas denganku, namun aku jarang berbicara dengannya. Namun, karen kejadian itulah yang membuat kami jadi dekat. Ditambah lagi, dia pindah dekat dengan rumahku sekitar sebulan yang lalu. Ibunya Hussein telah meninggal, sejak ia kelas 5 Sd. Dia juga tak punya saudara kandung, alias anak tunggal. Pernah dia bercerita padaku, bahwa dia sangat merasa kesepian. Abinya juga sangat sibuk, itulah yang sangat membuatnya kesepian. Sering kali, dia bermain ke rumahku, kebetulan aku memiliki kakak dan adik laki-laki. kami sering mengerjakan PR bersama atau hanya sekedar bercanda dan membicarakan hal yang tidak penting untuk menghilangkan rasa kesepiannya.
Pada suatu hari, tak biasanya da dengan wajah murungnya datang ke rumahku. "kenapa, sein?" tanyaku spontan. Dia masih diam. Aku memutuskan untuk mengambil minuman untuknya, mungkin itu sedikit mengurangi bebannya. "ane akan ke Kalimantan" dia mulai angkat bicara stelah meminum es sirupbuatanku. "lah? kok ente murung? enaklah seklaian jalan-jalan. Hitung-hitung liburang gitu"jawabku santai. "ane bukan hanya ke sana, tapi menetap di sana" jelasnya sambil meletakkan gelas. "hah? ente pindah?! kenapa?" Kaget sekali aku mendengarnya. Bagaimana tidak, hari-hariku selalu berwarna dengan adanya dia. Bahkan, karena kedekatan kami yang sangat dekat, kami pernah digosipkan pacaran. Apalagi, tingkah konyolnya yang sering menyatakan bahwa aku ini pacarnya di depan teman-teman. Memang, dia sedikit gila. "Iya..."jawabnya datar. "abi pindah kerja, Sar!" lanjutnya. "Sudhlah, udah sore ane pulang dulu ya! Abi kayanya udah pulang tuh"jawabnya sambil berjalan tanpa memperdulikan aku yang sedang terkejut dibuatnya. Ah... Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku bingung. Pertama kalinya aku merasakannya.
****
Malam sebelum keberangkatannya ke Kalimantan, aku datang ke rumahnya. Ya...mungkin saja ada yang bisa kubantu untuk membereskan barang-barangnya. Tapi, ternyata aku salah. semua barang-barang dia telah rapi tertata. Itu semua berkat anah buah abinya, "Ah syukurlah..."dalam hatiku bersyukur. "JAdi, aku tak perlu capek-capek merapikannya. hehehe"fikiran licikku tiba-tiba saja muncul. Ketika aku masuk ke ruangan tengah ku lihat Hussein sedang bermain dengan PSP-nya. Dia memang tak pernah lepas dari alat hitam berbentuk persegi panjang itu. "HOY!!" ku kagetkan ia dari belakang "Ah, ngagetin aja ente, Rah! Yah!!! Mati kan tuh"ujar Husssein kesal, "Ah, sudahlah besok kan ente mau eprgi, ga mau puas-puasin main sama ane?"tanya ku sambil tertawa kecil. Kami memang terbiasa menggunakan 'ane' dan 'ente' untuk berbicara, Mungin karenta terbiasa di sekolah, "Iya juga yah! Hahaha. Yaudah, mending makan yuk. laper nih!"jawabnya cuek. "Ah ga nyambung nih ente jawabnya! yaudah lah ayo, ane juga laper! hehe" kami memang biasa makan bersama-sama atau membuat makanan bersama.
&&&
"Masak Spaghett aja ya, tinggal ini doang makanan yang tersisa" ujarku sambil mengambil spaghettinya. "Iyadeh apa aja yang penting makan!" jawab Sarah datar. Ku lihat Sarah sedang memainkan HP-nya. Sebenarnya, ada rasa tak ingin meninggalkannya. Sudah beberapa tahun ini kami selalu bersama. Sarah anak yang ceria, dia selalu mebuatku bahagia dengan sifatnya. "Rah, udah selesai nih! ambilin piring dong tuh di situ"sambil ku menunjuk 2 piring yang tersisa karena memang sengaja belum dimasukkan dalam box.
"Sar, ini makan bersama terakhir kita yah?"Ujarku sambil melahap makananku. "Iya yah, Sein. Besok siang ente udah gak di sini! duh pasti sepi nih!" jawabnya agak sedih. "Iya, eh ente sering-sering makan ya ga ada ane" Sarah memang jarang sekali makan. Sangat wajar jika aku berspesan kepadanya seperti itu. Ketika aku makan saja kadang dia hanya memainkan PSp-ku. Jika aku tak mernariknya intuk makan, kadang dia tak memakannya. Sering kali dia berbohong terhadapku bahwa ia sudah makan, padahal nyatanya dia belum makan sekalipun. Padahal, ibunya sangat sering menasihatinya untuk makan. "Hahaha, iyalah! Kan ada Ibu yang ngingetin ane makan, Sein" jawabnya sambil memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Sein, inget gak sih gimana kita sampe sedekat ini?" lanjutnya membuatku bangun dari lamunanku. "Iya, aku ingat! karena buku ente jatuh dan ane ngebantunya! Ane baik yah?"jawabku sambil tersenyum. "Dih, pede banget. Itumah emang ente aja yang tebar pesona"jawab Sarah kesal. Kami melanjutkan perbincangan di ruang tamu, yang kebetulan memamng masih ada sofa yang belum dikirim ke rumahku yang di Kalimantan.
****
"Ah, sudah malam nih. Ane pulang dulu yah!" ujarku sambil bangun dari dudukku. "Ih baru jam setengah 9. Besok kan ane udah ga di sini. Puas-puasin main dulu lahhhh"rengek Hussein seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan. "Udah ah, capek nih. Besok ente bernagkat siang kan? Ane anter ente kok ke bandara sama ibu sama bapak juga" cerocosku seolah tak memberikan kesempatan baginya untuk bicara. "ah, ya sudahlah. Iya besok ane pesawat yang jam 13.30" jawbnya murung. "Ayo, ane antar ke depan"lanjutnya lagi, "Nanti jangan kangen ane ya, Rah. Kita gak bisa main bareng lagi loh!" ujar Hussein sambil memberikan senyum khasnya. "Duh..kaya hidup zaman dulu aja sih teknologi sekarang udah banyak kaliii"jawabku sambil buka gerbang rumahnya. "Iyasih, jangan nakal-nakal ya, nurut sama Ibu kalau disuruh apa-apa" ujarnya menasehatiku "Iya bawel! Udah ya ane pulang" "Iya, hati-hati" jawabnya yang sudah samar-samar di telingaku. Padahal rumah kami tidak jauh. Hanya berbeda 3 rumah saja. "tumben sekali dia mengucapkan hati-hati padaku" ujarku dalam hati.
Malam harinya, aku tak bisa tidur. Aku mengambil Hpm ku lihat foto-foto saat kami melakukan kegiatan bersama. Aku melihat senyum khasnya. Ya! Senyum dari seorang lelaki campuran Indonesia-Pakistan. Mungkin esok-esok aku akan selalu melakukan hal serupa. Hanya melihatnya secara dua dimensi dan mengenang saat dimana kita bermain bersama. Tak ku sadari lagi, Hp sudah jatuh tergeletak di samping bantalku.
****
Setelah tiba di BAndara, Aku membantu Hussein membawa salah satu kopernya. Kami memutuskan untuk mencari makan siang. KArena kami memang belum makan siang. "Abi, ikut aku tidak?"tanya Hussein kepada ayahnya. "Tidak Hussein, Abi masih kenyang. SebaiknyaAbi tunggu sini saja bersama ibu dan ayahnya Sarah'jawab Abinya Hussein. Akhirnya, kami langsung berjalan ke arah KFC yang tidak jauh dari tempat asalku.
Setelah makanan terlahap semua, kami ke tempat abinya Hussein yang sedang duduk. Ku lihat Ibu dan Ayah sedang mengobrol dengan Abinya Hussein. Kami duduk bersebelahan. Aku memandanginya, "Ah, senyum dia yang tak akan ku lupa" ucapku dalam hati. "Hussein, udah jam 1 nih. Ayo kita masuk. Pamitan dulu tuh sama Ayah dan Ibunya Sarah!"pinta Abinya ke Hussein. Ku lihat Hussein mencium tangan Ayah dan Ibuku sambil berterima kasih dan memnita maaf jika ia punya sakah, Aku berjalan mendekati Abinya Hussein. Ku cium tangan Abinya "jaga silaturahmi sama kita ya, Sarah! main-main ke sana kalau liburan, oke?" ucap Abi Nazar. Aku memanggilnya Abi Nazar, karena memang itulah namanya, Nazar Abida. Yap! "Kamu tak berpamitan dengan Sarah, sein?"tanya Abi Nazar. "Ah, iya! pergi ya Sarah! makan yang banyak. Biar annti kalau ane pulang, enet udah gendut! jangan kangenin ane yah! ledeknya sambil memeletkan lidahnya. "Ih, ente yang kangen sama ane nanti'jawabku sambil tertawa. Mungkin kalau dia tahu bagaimana hatiku, yangs edang berteriak "jangan pergi, Hussein!" "Jangan lirik cowok lain, nanti kalau ane udah sukses, ente jadi hawi ane ya!" bisiknya di telingaku membuat ku tersadar akan lamunanku. Senang aku mendengar itu, Tak bisa ku sembunyikan pipiku yang merah karenanya, Aku hanya membalasnya dengan seyuman. Ku lihat Abi Nazar sedang berpamitan dengan ayah dan Ibu. Kemudian Abi NAzar membawa kopernya jalan emninggalkan kami. Ku lihat langkahnya memasuki pintu bandara, langkahnya semakin jauh. Ku lihat dar belakang, dia membalikannya badannya membuat tas kecil di pundaknya ikut beroutar, dia melambaikan tangannya padaku, dan tersenyum lepas ke arahku, "Ah...senyuman itu..." Tak bisa ku bendung lagi air mataku. Ku angkat jilbabku untuk menutupi air mataku.
&&&&&&
Berat rasanya langkahku untuk masuk ke dalam pesawat. apalagi tadi setelah melihat Sarah tertawa lepas saat kami bercanda di KFC. Ku letakkan tas kecilku di atas kepalaku. Tak terasa, pesawat sudah di atas awan. Ku cari posisi dudukku agar nyaman. Tapi, tak kutemukan juga. Ku lihat Abi sudah tertidur pulas. Ku ambil PSP, mainan kesayanganku. "Ah...Aku kenapa? gumamku. Selalu terlintas tawa Sarah yang sangat lepas. Membuatku tak bisa fokus. "Ah...asa; ente tau sar. Ane pasto akan sangat rindu sama ente. Rasanya tak ingin berpisah dengan ente, Sar!" mataku mulai mengantuk, Ku pejamkan mataku dengan tubuh membelakangi abi.
*******
'Totowtotowtoweew!' Ku dengar ringtone HP-ku berbunyi, "Ah.. Hussein!" ku ambil HP-ku yang terletak di depan tempat pensilku. "Assalamu'alaikum, Sar!"ujarnya. "Ane udah sampai nih sar!" lanjutnya tak memberiku kesempatan untuk menjawab salamnya "Wa'alaikumussalam. ah, Alhamdulillah kalau gitu! Gimana rumah ente yang di sana? tanyaku. "Dekat dengan masjid, Rah! Luas dan dingin kalau malem. Gak kaya di Jakarta, panas!"jawabnya. Iya, dia memang anak yang alim. Dia selalu ke masjid ketika waktu shalat tiba. "Baguslah kalau gitu. Yasudah ane belajar dulu ya!" pintaku, "Oke kalau begitu, Assalamu'alaikum", "Wa'alaikum salam" ku tekan tomobol 'end call' Senang rasnay, tahu dia sudah sampai dengan selamat. Semoga saja dia betah di sana. Begitulah harapanku.
******
Setelah beberapa bulan kepindahan Hussein ke Kalimantan hari-hariku terasa datar sekali, Tak ada yang membuatku tertawa lagi. Tapi, memang kami tetap menjalin komunikasi. Entah itu lewat sms, telpon, ataupun jejaring sosial. Tak kami lewatkan sehari pun untuk saling bertukar cerita. Pernah suatu malam ia menelponku, hanya untuk menyanyikan sebuah lagu. waktu itu, dia menyanyikan lagu dengan judul 'kangen' dari Dewa19. KAtanya lagu itu sudah cukup untuk mengungkapkan betapa kangennya dia terhadapku. Ah ya! Dia menyanyikan lagu itu sambil memainkan gitar. Padah, aku tau betul, dia sangat tidak suka memainkan gitar dari dulu. Menurtunya, itu hanya membuat pipiku merah karenanya. Dia emmang sering membuatku seperti itu. Setiap ujian, Hussein selalu menyemangatiku, ia selalu mengucapkan "Ma'an najah (semoga sukses" untukku. Begitupun aku, ketika dia ujian, aku selalu semangati dia. Iya, kami memang saling mengingatkan, menyemangati dan saling mendukung satu sama lainnya. Namun, akhir-akhir ini ia tampaknya sibuk. Smapai-sampai smsku saja tak dibalasnya, Biasanya, ia selalu cepat membalas smsku. Tapi, akhir-akhir ini smsku baru dibalasnya 2-3 hari setelah aku smsnya. Aku sudah mulai terbuasa dnegan hal itu, Memang sering juga aku tak membalas smsnya. Toh, dia sering menelponku utnutk sekedar membicarakan hal-hal yang tidak penting.
*****
Hari ini ada reuni di sekolah SMP-ku, Aku datnag bersama Aisyah, sahabatku. Aku menemui teman-temanku yang sudah lama sekali tidak bertemu. BAnyak yang sedang memngobrol atau ada juga yang sedang makan dan foto bersama. Aku memutuskan untuk mengambil minuman terlebih dahulu, "Eh, Zahra balikan?" tanya Fatim ke Reza yang tak sengaja terdengar cukup jelas di telingaku. "sama siapa?" tanya Reza yang memang sangat dekat dengan Hussein ketika sekolah dulu, "Sama Hussein lah" jawabnya santai. Terkejut aku mendengarnya, "Ah, bukankah Hussein janji akan menjadikan aku pacarnya?" jeritku dalam hati. Zahra memang satu-satunya mantan Hussein, Aku tahu betul bagaimana mereka jadian, sampao mereka putus pun aku tahu mengapa. Bagaiman tidak, Hussein selalu bercerita dneganku tentang hal itu.
Ku ambil HP yang ku taruh di dalam tas selmpangku, Buru-buru ku ketik untuk menanyakan kebenaran kabar tersebut, "Cieeee balikan!" ku kirim pesan itu kepasa Hussein. Tak lama kemudian HP ku bergetar, "Sudah tau?" balasnya singkat. "Sudahlah, ane kan lagi reunian nih" tulisku sambil menahan air mataku. Untung saja air mataku saat itu masih bisa ku bendung. "selamat yah! longlast!" langsung ku tekan tombol send di layar HP-ku. Ah ternyata benar, mereka sudah jadiam kembali. Mungkin aku harus menjauh secara perlahan. Aku tak mau menjadi parasit di antara hubungan mereka berdua, Betapa hancurnya hatiku saat itu setelah ku tahu kebenarannya.
Malamnya, ketika aku sedang bermalas-malasan di atas temat tidurku, ku dengar suara SMS dari HP-ku. "Iya, syukron. Ente cepet nyusul ya! Cepet-cepet cari pengganti ane" isi SMS dari Hussein. Tak terasm air mataku telah membasahi pipiku dengan sempurna. Ku tenggelamkan wajahk udi bantal untuk menutupi aku yang sedang menangis. Sekarang, aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin ini hanya mimpi? Ah, apa aku jatuh cinta? Tidak, dia sahabtku! Hati kecilku berperang. Ku lihat foto-foto kami yang telah lama itu. Ku lihat senyumnya. Senyim yang tak akan pernah diberikannya lagi untukku. Air mataku terus mengalir. Aku tak kuat lagi menahannya sejak siang tadi. "Tak akan ada lagi senyuman itu" kataku dalam hati. Ya! Senyuman dari lelaki Pakistan itu, kini hilang.......
&&&
"Masak Spaghett aja ya, tinggal ini doang makanan yang tersisa" ujarku sambil mengambil spaghettinya. "Iyadeh apa aja yang penting makan!" jawab Sarah datar. Ku lihat Sarah sedang memainkan HP-nya. Sebenarnya, ada rasa tak ingin meninggalkannya. Sudah beberapa tahun ini kami selalu bersama. Sarah anak yang ceria, dia selalu mebuatku bahagia dengan sifatnya. "Rah, udah selesai nih! ambilin piring dong tuh di situ"sambil ku menunjuk 2 piring yang tersisa karena memang sengaja belum dimasukkan dalam box.
"Sar, ini makan bersama terakhir kita yah?"Ujarku sambil melahap makananku. "Iya yah, Sein. Besok siang ente udah gak di sini! duh pasti sepi nih!" jawabnya agak sedih. "Iya, eh ente sering-sering makan ya ga ada ane" Sarah memang jarang sekali makan. Sangat wajar jika aku berspesan kepadanya seperti itu. Ketika aku makan saja kadang dia hanya memainkan PSp-ku. Jika aku tak mernariknya intuk makan, kadang dia tak memakannya. Sering kali dia berbohong terhadapku bahwa ia sudah makan, padahal nyatanya dia belum makan sekalipun. Padahal, ibunya sangat sering menasihatinya untuk makan. "Hahaha, iyalah! Kan ada Ibu yang ngingetin ane makan, Sein" jawabnya sambil memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Sein, inget gak sih gimana kita sampe sedekat ini?" lanjutnya membuatku bangun dari lamunanku. "Iya, aku ingat! karena buku ente jatuh dan ane ngebantunya! Ane baik yah?"jawabku sambil tersenyum. "Dih, pede banget. Itumah emang ente aja yang tebar pesona"jawab Sarah kesal. Kami melanjutkan perbincangan di ruang tamu, yang kebetulan memamng masih ada sofa yang belum dikirim ke rumahku yang di Kalimantan.
****
"Ah, sudah malam nih. Ane pulang dulu yah!" ujarku sambil bangun dari dudukku. "Ih baru jam setengah 9. Besok kan ane udah ga di sini. Puas-puasin main dulu lahhhh"rengek Hussein seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan. "Udah ah, capek nih. Besok ente bernagkat siang kan? Ane anter ente kok ke bandara sama ibu sama bapak juga" cerocosku seolah tak memberikan kesempatan baginya untuk bicara. "ah, ya sudahlah. Iya besok ane pesawat yang jam 13.30" jawbnya murung. "Ayo, ane antar ke depan"lanjutnya lagi, "Nanti jangan kangen ane ya, Rah. Kita gak bisa main bareng lagi loh!" ujar Hussein sambil memberikan senyum khasnya. "Duh..kaya hidup zaman dulu aja sih teknologi sekarang udah banyak kaliii"jawabku sambil buka gerbang rumahnya. "Iyasih, jangan nakal-nakal ya, nurut sama Ibu kalau disuruh apa-apa" ujarnya menasehatiku "Iya bawel! Udah ya ane pulang" "Iya, hati-hati" jawabnya yang sudah samar-samar di telingaku. Padahal rumah kami tidak jauh. Hanya berbeda 3 rumah saja. "tumben sekali dia mengucapkan hati-hati padaku" ujarku dalam hati.
Malam harinya, aku tak bisa tidur. Aku mengambil Hpm ku lihat foto-foto saat kami melakukan kegiatan bersama. Aku melihat senyum khasnya. Ya! Senyum dari seorang lelaki campuran Indonesia-Pakistan. Mungkin esok-esok aku akan selalu melakukan hal serupa. Hanya melihatnya secara dua dimensi dan mengenang saat dimana kita bermain bersama. Tak ku sadari lagi, Hp sudah jatuh tergeletak di samping bantalku.
****
Setelah tiba di BAndara, Aku membantu Hussein membawa salah satu kopernya. Kami memutuskan untuk mencari makan siang. KArena kami memang belum makan siang. "Abi, ikut aku tidak?"tanya Hussein kepada ayahnya. "Tidak Hussein, Abi masih kenyang. SebaiknyaAbi tunggu sini saja bersama ibu dan ayahnya Sarah'jawab Abinya Hussein. Akhirnya, kami langsung berjalan ke arah KFC yang tidak jauh dari tempat asalku.
Setelah makanan terlahap semua, kami ke tempat abinya Hussein yang sedang duduk. Ku lihat Ibu dan Ayah sedang mengobrol dengan Abinya Hussein. Kami duduk bersebelahan. Aku memandanginya, "Ah, senyum dia yang tak akan ku lupa" ucapku dalam hati. "Hussein, udah jam 1 nih. Ayo kita masuk. Pamitan dulu tuh sama Ayah dan Ibunya Sarah!"pinta Abinya ke Hussein. Ku lihat Hussein mencium tangan Ayah dan Ibuku sambil berterima kasih dan memnita maaf jika ia punya sakah, Aku berjalan mendekati Abinya Hussein. Ku cium tangan Abinya "jaga silaturahmi sama kita ya, Sarah! main-main ke sana kalau liburan, oke?" ucap Abi Nazar. Aku memanggilnya Abi Nazar, karena memang itulah namanya, Nazar Abida. Yap! "Kamu tak berpamitan dengan Sarah, sein?"tanya Abi Nazar. "Ah, iya! pergi ya Sarah! makan yang banyak. Biar annti kalau ane pulang, enet udah gendut! jangan kangenin ane yah! ledeknya sambil memeletkan lidahnya. "Ih, ente yang kangen sama ane nanti'jawabku sambil tertawa. Mungkin kalau dia tahu bagaimana hatiku, yangs edang berteriak "jangan pergi, Hussein!" "Jangan lirik cowok lain, nanti kalau ane udah sukses, ente jadi hawi ane ya!" bisiknya di telingaku membuat ku tersadar akan lamunanku. Senang aku mendengar itu, Tak bisa ku sembunyikan pipiku yang merah karenanya, Aku hanya membalasnya dengan seyuman. Ku lihat Abi Nazar sedang berpamitan dengan ayah dan Ibu. Kemudian Abi NAzar membawa kopernya jalan emninggalkan kami. Ku lihat langkahnya memasuki pintu bandara, langkahnya semakin jauh. Ku lihat dar belakang, dia membalikannya badannya membuat tas kecil di pundaknya ikut beroutar, dia melambaikan tangannya padaku, dan tersenyum lepas ke arahku, "Ah...senyuman itu..." Tak bisa ku bendung lagi air mataku. Ku angkat jilbabku untuk menutupi air mataku.
Ku ambil HP yang ku taruh di dalam tas selmpangku, Buru-buru ku ketik untuk menanyakan kebenaran kabar tersebut, "Cieeee balikan!" ku kirim pesan itu kepasa Hussein. Tak lama kemudian HP ku bergetar, "Sudah tau?" balasnya singkat. "Sudahlah, ane kan lagi reunian nih" tulisku sambil menahan air mataku. Untung saja air mataku saat itu masih bisa ku bendung. "selamat yah! longlast!" langsung ku tekan tombol send di layar HP-ku. Ah ternyata benar, mereka sudah jadiam kembali. Mungkin aku harus menjauh secara perlahan. Aku tak mau menjadi parasit di antara hubungan mereka berdua, Betapa hancurnya hatiku saat itu setelah ku tahu kebenarannya.
Malamnya, ketika aku sedang bermalas-malasan di atas temat tidurku, ku dengar suara SMS dari HP-ku. "Iya, syukron. Ente cepet nyusul ya! Cepet-cepet cari pengganti ane" isi SMS dari Hussein. Tak terasm air mataku telah membasahi pipiku dengan sempurna. Ku tenggelamkan wajahk udi bantal untuk menutupi aku yang sedang menangis. Sekarang, aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin ini hanya mimpi? Ah, apa aku jatuh cinta? Tidak, dia sahabtku! Hati kecilku berperang. Ku lihat foto-foto kami yang telah lama itu. Ku lihat senyumnya. Senyim yang tak akan pernah diberikannya lagi untukku. Air mataku terus mengalir. Aku tak kuat lagi menahannya sejak siang tadi. "Tak akan ada lagi senyuman itu" kataku dalam hati. Ya! Senyuman dari lelaki Pakistan itu, kini hilang.......
TAMAT
selesai juga nih gue buat cerpen. duduh capek ya. panjang juga tenyata gue galaunya buat ceritanya. udah dulu ya, udah malem. maap kalo ada typo2 dikit, namanya juga manusia. hehe.
aduuuhh akoeh cedih bacanyaahh qaqaa :"(
BalasHapusduh kenapa qaqa? pengalaman pribadi yah? ciannnn :')
BalasHapusngaca kali qaqa, yang bikin kan qaqa, pengalaman pribadi qaqa kali :(
Hapus